Naik gunung, biasanya diidentikkan dengan kegiatan para pencinta alam. Menembus
badai, mencari jejak dengan satu tujuan, yaitu puncak. Sekarang ini
orang ramai-ramai mendaki gunung dengan berbagai macam tujuan.
Sebenarnya
saya merasa kurang beruntung karena tidak dilahirkan lebih awal untuk
menikmati indahnya mendaki gunung. Mendengar cerita dari orang-orang
yang lebih awal dilahirkan, mendaki gunung itu memiliki satu kepuasan
tersendiri ketika telah sukses mencapai puncak. Mereka bercerita banyak
hal tentang membuat jalur menuju puncak, mendaki tebing karena tidak
mendapat jalur yang lebih nyaman, terperosok ke dalam jurang karena
salah mengambil jalur, hingga tersesat berhari-hari di dalam hutan
karena salah perhitungan. Dulu mendaki gunung itu benar-benar untuk
mencari ketenangan, ketegangan dan kepuasan. Belum ada jalur yang
dipastikan benar, atau mungkin setiap jalur itu adalah benar. Itu dulu
ketika para pencinta alam sangat identik dengan kebebasan
Namun
rasa kurang beruntung itu salalu tertutupi ketika saya sendiri sedang
berada di alam bebas. Kurang beruntung itu selalu tertutupi oleh rasa
syukur, karena sekarang mendaki gunung itu bukan hanya tentang
ketenangan, keteganagan, dan kepuasan. Tapi tentang rasa nyaman dan
syukur tanpa meninggalkan tiga hal di atas. Selalu banyak tanya yang
menghampiri ketika sedang berada di gunung. Dan tanya itu selalu
terjawab ketika telah berada di puncaknya. Walaupun kadang ada beberapa
puncak yang mengecewakan karena banyaknya sampah yang ditinggalkan oleh
pendaki sebelumnya.
Saat ini banyak sekali orang-orang yang
mengaku sebagai pencinta alam yang karena dibajunya terdapat logo
himpunan atau organisasi pencinta alam. Bahkan karena mereka pernah
mendaki satu gunung, mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai
pencinta alam. Benarkah mereka pencinta alam? Hanya alam yang bisa
menilai.
Sebenarnya apa sih pencinta alam? Saya sendiri tidak
bisa mendeskripsikan apa itu pencinta alam, karena saya pun bukan
pencinta alam. Mungkin saya lebih memilih menyebut diri saya sebagai
penggiat alam. Karena saya mendaki gunung hanya sebatas untuk
menghilangkan penat dan mencari ketenangan. Lalu bagaimana dengan mereka
para "pencinta alam"? Entahlah, itu urusan pribadi masing-masing.
Karena menurut saya pencinta alam itu hanya sebatas nama untuk
dituliskan di lembar kertas ketika menyerahkan proposal untuk mencari
dana suatu ekspedisi. Kata pencinta alam itu pupus sudah ketika sudah
memasuki alam bebas karena mereka para pencinta alam adalah sama-sama orang yang ingin bebas dari belenggu sebuah nama.
Terlepas
dari pencinta alam, organisasi, himpunan, sispala, mapala, ataupun
komunitas dan tanpa mengurangi hormat kepada mereka yang telah
disebutkan sebelumnya. Mendaki gunung itu seharusnya tanpa misi. Karena
mendaki gunung itu untuk mencari kebebasan. Untuk melepaskan rasa egois
terbang bersama angin. Dan mendaki gunung itu sebenarnya bukan tentang
mencapai puncak. Tapi tentang menjalin persaudaraan dan saling mengerti.
Mendaki gunung itu bukan tentang mebuang-buang waktu. Tapi tentang
menyusun bagaimana cara terbaik membunuh waktu. Mendaki gunung itu bukan
tentang mendapat panggilan si gagah. Tapi tentang mencari cara membunuh
rasa takut.